Seperti di pemilihan umum sebelumnya, PWI selalu berusaha bersikap independen dan para pengurusnya tidak terlibat dalam politik praktis. Melalui surat pemberitahuan ke PWI Provinsi diingatkan bahwa para pengurus yang mencalonkan diri ataupun terlibat sebagai tim sukses, diwajibkan mundur dari jabatannya. Kalau dia anggota, dia juga wajib membuat surat cuti, agar tidak membawa-bawa nama PWI. Sejauh pemantauan Pengurus Pusat PWI, ini sudah berjalan baik. Kalau ada gossip, isyu, seketika dicek ke pengurus di daerah, dan sejauh ini jelas tidak ada pelanggaran Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga PWI.
Tidak seperti organisasi wartawannya, PWI yang keanggotaannya terdapat di 38 provinsi, kerap ingin dimanfaatkan pihak-pihak baik itu di pemilihan umum seperti sekarang ini atau di pemilihan kepala daerah. Tidak sedikit pula pengurus PWI atau anggota PWI yang sudah mendapatkan “nama” karena kiprahnya di PWI, terpikat juga menjadi calon anggota legislatif. Inilah yang harus diatur agar tidak menyeret-nyeret PWI, yang membolehkan anggotanya menjadi anggota partai politik, tetapi diharamkan menjadi pengurus. Itu sebabnya PWI Pusat berupaya dengan segala kemampuannya agar organisasi ini bebas dari pengaruh manapun dan bekerja hanya untuk kepentingan profesionalisme, serta kepentingan bangsa dan negara.
PWI tidak perlu malu untuk ikut campur dan berkontribusi pemikiran dan gagasan untuk kedaulatan dan kemajuan Indonesia. Wartawan tidak hidup di ruang hampa, tidak berkarya di lingkungan sosial budaya yang kosong. Dia merasakan langsung degup jantung, keprihatinan, aspirasi yang terjadi di sekelilingnya. Dia mendengarkan keluhan dan penderitaan, harapan dan cita-cita, setiap kali dia terjun ke lapangan.