Jadi, PWI sebagai organisasi wartawan memfungsikan dirinya sebagai medium. Sekaligus membantu para juru warta yang ingin tatap muka, bertanya langsung khususnya bagi mereka yang hadir di kantor PWI di Gedung Dewan Pers. Suasana wawancara cegat yang melibatkan sampai seratusan wartawan di lantai 4 maupan dalam perjalanan Capres naik ke kendaraannya menunjukkan PWI berhasil membantu kerja wartawan, dan secara tidak langsung membantu penyelenggara dan peserta Pemilu.
Kegiatan PWI ini sekaligus menunjukkan ketidak-berpihakan kepada calon. Dalam setiap kesempatan saya katakan—walau tampaknya klise, tapi ini fakta—ketiga calon dan wakilnya adalah orang-orang terbaik, yang disokong koalisi partai-partai politik . Sebelum penetapan masyarakat sempat disuguhi nama-nama yang terlontar, baik untuk siapa capres maupun siapa yang bakal dijodohkan sebagai wakil. Tapi faktanya, mereka yang hadir di PWI bersama wakilnya itu yang akan dicoblos di hari pemungutan suara.
Dengan menghadirkan ketiganya, maka PWI seperti restoran yang menyiapkan hidangan ke para pemilih, siapa yang dianggap paling baik, silakan dicoblos gambarnya di tempat pemilihan suara pada 14 Februari nanti. PWI tidak berpretensi menunjukkan calon ini lebih baik dan diperlakukan lebih istimewa dibanding yang lainnya. Yang saya sampaikan adalah bagi PWI yang utama adalah siapapun yang nanti memimpin Indonesia lima tahun ke depan, dia harus mampu membangun bangsa ini untuk mencapai Indonesia Emas tahun 2045.