Dunia Anak dalam Lukisan AI Denny JA

Catatan Anwar Putra Bayu

Dunia Anak dalam Lukisan AI Denny JA
Dunia Anak dalam Lukisan AI Denny JA

DI SELA SELA berlangsungnya kegiatan pemberian penghargaan kepada 70 Sastrawan Indonesia di Hotel Sultan Jakarta selama tiga [24-26 Juni 2024] itu, maka saya memanfaatkan waktu kosong pada 25 Juni 2024 tengah hari untuk melihat pameran lukis Artificial Intelligence [AI] karya Denny JA, yang dipamerkan sejak Maret lalu di Mahakam 24 Residence.

Bersama empat sastrawan dari Sumatera Utara penerima penghargaan sekurang-kurangnya 50 tahun berkarya yakni, Prof Shafwan Hadi Umri, Idris Pasaribu, Sulaiman Sambas, dan Jaya Arjuna.

Sedangkan saya sendiri penerima penghargaan 40 tahun berkarya dari Sumatera Selatan. Secara pribadi saya memang punya kedekatan emosional dan intertekstual dengan empat sastrawan Sumut itu. Pendek kata kami pun berhimpun menyaksikan bersama pameran lukisan Artificial Intelligence [AI] Denny JA.

Udara terik di luar menyertai saya dan kawan-kawan memasuki ruang dasar (lantai satu). Kami disambut oleh Fadil dengan ramah. Ruangan menjadi terasa agak sejuk lantaran udara AC. Di lantai satu inilah saya dan kawan-kawan sudah disuguhi lukisan AI Denny JA yakni dua band legendaris dari Inggris dan Indonesia, The Beatles dan Koes Plus.

Sepertinya Denny JA sengaja menata lukisan tersebut di dinding ruangan lantai satu dengan tujuan agar terasa santai dan familiar. Lebih-lebih kami disuguhi minuman hangat dan dingin..

Fadil mulai memandu dari lantai satu hingga lantai tujuh, setiap lantai di belah dua dinding yang tergantung beberapa lukisan dengan berbagai tema, sehingga imajinasi saya bekerja seakan berada dan plesiran dalam lorong waktu. Lukisan-lukisan yang tergantung didinding tak lain adalah peristiwa-peristiwa yang sepertinya baru dilalui.

Tema pemilihan presiden dan COVID-19 di lantai dua antara lain misalnya, bagaimana Denny JA merekonstruksi saat Gibran hadir dengankalimat imajinatif “Tenang Pak Prabowo, saya sudah hadir di sini.”

Peristiwa ini sungguh sebuah satir yang getir. Kayaknya, Denny JA ingin memberi pesan soal tatakrama dalam peristiwa itu.
Tahun 2019 hingga 2021 merupakan tahun-tahun buruk bagi dunia terutama Indonesia. Betapa tidak, pandemi Covid 19 merupakan “maha duka” bagi keluarga Indonesia dengan munculnya monster berupa virus yang divisualkan oleh Denny JA sebagai “the birth of A Monster” entitas pencabut nyawa.

Beratus ribu nyawa melayang. Namun, peristiwa itu berhenti ketika secara resmi Indonesia melalui WHO menyatakan bebas virus COVID-19, yang sangat impresif dilukiskandengan tangan-tangan menggapai masker putih. Lukisan yang berjudul “Welcome 2023 A Pandemi Free Year” itu, seakan mengingatkan orang-orang masih terikat dengan masker meski pemerintah menyatakan bebas covid.

Peristiwa demi persitiwa dan suasana demi suasana dihadirkan Denny JA dalam wujud lukisan AI. Selain tema-tema tempo dulu dan masa depan, tema tokoh-tokoh dan revisiting, adalah tema anak-anak di Gaza [Lantai enam] merupakan peristiwa yang menyita perhatian Denny JA olehkarena anak-anak di Gaza (Palestina) banyak terbunuh lantaran seragan bom dan meriam oleh tentara Israel.

Potret anak korban serangan brutal yang dipamerkan hampir semua terungkap yang tak lain sebuah realitas sosial dan kemanusiaan dalam kota Gaza yang porak poranda. Anak-anak kehilangan ibu bapaknya, juga keluarga. Pada gilirannya, nasib merekate-terombang-ambing tanpa perlindungan. Hal itu digambarkan Denny JA , bahwa anak-anak Gaza begitu suram memandang masa depannya. Anak-anak Gaza yang yatim piatu menjadi tidak berdaya.

Sebagaimana diungkapkan oleh Denny JA dalam satu karya lukisan seorang anak lelaki terduduk setengah berdiri mengenakan dua sayap sebagai simbol kebebasan memandang kota yang hancur dengan memakai teknik Artificial Intelligence [AI]. Konstruksi ruang sebagai media pada pameran Denny JA ini tetap konvensional menggunakan kanvas namun diberi bingkai dari bahan metal berwarna perak.

Dalam perkembangan seni rupa mutakhir Indonesia, kehadiran Denny sebagai perupa yang banyak melahirkan karya-karya berupa AI setidaknya memberikan kontribusi sekaligus menyuguhkan warna tersendiri pada sisi lain perjalanan kesenirupaan Indonesia. Sebagaimana di masa lalu adanya cagak [tonggak] senirupa Indonesia Mooi Indie; Persagi misalnya, maka boleh jadi Denny JA merupakan cagak atau tonggak senirupa Artificial Intelligence [AI] di Indonesia. Setidaknya, 188 lukisan AI Denny JA yang terpajang itu sudah memberikan sesuatu yang terkini.

Penulis adalah Penerima Penghargaan 40 Tahun berkarya 2024
Badan Bahasa dan Sastra Kemendikbudristek

banner 468x60

banner 468x60