KONTROVERSI dana hibah senilai Rp2 triliun dari keluarga pengusaha Sumsel Akidi Tio, perlu disikapi secara bijak.
Sebab hibah dana sebesar itu tampaknya bukan untuk gagah-gahan atau pamer materi. Karena anggaran yang nilainya sangat besar untuk masyarakat Sumatera Selatan terdampak virus corona di masa penerapan PPKM, merupakan bentuk perhatian keluarga Akidi Tio almarhum.
Apalagi anggaran sosial itu diserahkan langsung ke Kapolda Sumatera Selatan Prof Dt Eko Indra Heri S MM secara simbolis. Bahkan penyerahan itu disaksikan juga oleh Gubernur Sumsel H Herman Deru dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Sumatera Selatan.
Logikanya ketika bantuan itu diserahkan secara langsung, justru langsung ke polisi. Jika indikasinya “penipuan” kok bantuannya diserahkan ke Kapolda Sumsel?
Apalagi Gubernur dan pejabat Sumsel ikut menyaksikan bantuan secara simbolis.
Karena itu kita harus berpikir logis tanpa prasangka buruk sebelum anggaran senilai Rp 2 triliun itu cair. Artinya kita tidak ikut gaduh dan memberi ruang membingungkan ketika persoalan itu gaduh.
Yang pasti, sebagai jurnalistik profesional, kita harus memiliki sikap mnyejukkan, dengan cara menghimpun data konkret agar persoalannya tidak menyeruak terlalu jauh.
Kita yakin, bagi anak bungsu Akidi Tio, tak ada niat buruk dengan bantuan sosial sebesar itu. Apalagi sampai “menipu” Kapolda yang menjadi tokoh utama penerima bantuan tersebut secara simbolis.
Bahkan Kapolda sendiri mengakui kekeliruanya terkait dana triliunan rupiah dari keluarga Akidi Tio tersebut.
Kepada para jurnalis, Kapolda menyatakan, kegaduhan masalah dana tersebut karena kekeliruan individu.
Terkait prestasi Kapolda Sumsel yang beberapa waktu lalu berhasil membongkar habis tingkah pola para pengedar narkoba di kawasan Tangga Buntung, Kampung Baru, Boom Baru itu, dengan sikap jantan Kapolda mengakui kekeliruannya terkait isu dana bantuan sosial itu.
Tak ada gading yang tak retak, dan tiada manusia yang sempurna di muka bumi ini. Menurut Eko, saat mendapatkan informasil ia kurang hati-hati menyikapinya.
Sebagai warga Sumatera Selatan, kita perlu mengapresiasi permohonan maaf Kapolda kepada masyarakat Indonesia atas kontroversi persoalannya.
Sebab ketika sumbangan itu diserahkan, masyarakat lebur ke dalam jumlah nilai yang sangat besar itu diserahkan ke Kapolda.
Akhirnya persoalan itu digulung polemik yang membangun pola pikir beragam dari masyakat Indonesia.
Karena itu kita patut memberi apresiasi tertinggi atas kebesaran jiwa Kapolda Sumsel sebagai ksatria. Apalagi ia juga meminta maaf kepada Kapolri, para petinggi dan pejabat di Mabes Polri, serta masyarakat Indonesia.
Secara terbuka Kapolda menyatakan bahwa saldo bantuan sosial itu nilainya tidak cukup. Kita berharap ada upaya kerjasama dengan pihak Perbankan agar masalahnya segera tuntas. (*)