oleh Anto Narasoma
LEDAKAN bom di Gereja Katedral Makasar pada Minggu (28/3/2021) adalah perbuatan buruk yang merusak nilai-nilai kemanusiaan seorang manusia.
Hakikatnya, bom itu diledakkan untuk menghancurkan “musuh” yang dianggap tidak sejalan dengan keyakinan dirinya. Ia beranggapan bahwa fatwa agamanya harus menghancurkan musuhnya, meskipun dirinya sendiri harus rela dikorbankan.
Mereka beranggapan, membunuh manusia yang berkeyakinan lain upahnya adalah syurga. Benarkah Islam berpandangan demikian?
Untuk menentukan kebenaran itu, harus kita jajaki terlebih dahulu sumber yang mengajarkan pendapatnya.
Sebab kita tidak memiliki hak untuk menetapkan kesahihan sikap itu, karena secara nilai kemanusiaan membunuh orang adalah sikap keji yang merugikan kita semua.
Sebab sikap dan perilaku pengamal agama (Islam) itu tidak mewakili umatnya secara keseluruhan. Karena itu kita harus bijak menelaah sikap kejam para pelaku bom bunuh diri tersebut.
Karena itu tidak bijak jika ada pihak-pihak tertentu yang menyatakan bahwa agama adalah kepercayaan yang mengarah ke terorisme, karena sekelompok orang ada yang melakukan pengeboman.
Rasulullah SAW mengajarkan akhlak yang seimbang antara perilaku, akal dan pikiran.
Dari kaidah yang diajarkan Islam tersebut, membunuh seorang yang beragama Islam atau non-Islam, dosanya sangat besar selain syirik.
Memang dalam satu pasal terkait hukuman qisas, membunuh itu boleh dilakukan sepanjang hal itu terjadi disaat pertempuran (peperangan).
Aturan ini berlaku untuk siapa saja, baik orang Islam sendiri, maupun non-muslim. Sepanjang di suatu negara melakukan hukum qisas, maka membunuh dengan kaidah kebenaran itu sah dilakukan.
Artinya jika ada non muslim yang melakukan pembunuhan terhadap orang Islam, maka membunuh boleh dilakukan sesuai prinsip kebenaran.
Dalam surat Al-Baqarah ayat 190 dijelaskan bahwa membunuh orang-orang kafir (kafir harbi) itu boleh dilakukan sepanjang kaum nonmuslim itu memerangi penganut Islam.
Meski demikian melakukan kekerasan sangat dilarang di dalam Islam. Karena akhlakulkarimah yang diajarkan Rasulullah itu mengacu kepada hidup yang penuh kasih sayang.
Dalam surat Al-Baqarah ayat 190 itu disebutkan bahwa dalam peperangan dengan pihak musuh yang memerangi orang muslim, membunuh boleh dilakukan asal tidak melampaui batas.
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) jangalah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” (ayat 190 surat Al-Baqarah).
Memahami isi ayat tersebut Ibnu al-Arabi dalam ahkam Alquran menjelaskan maksud kalimat wa ta ta’tadu dalam ayat itu adalah, orang kafir yang ikut berperang saja. Untuk mereka yang tidak ikut tidak boleh dibunuh.
Dalam konteks sekarang warga sipil tidak boleh dibunuh, apalagi warga sipil yang beragama nonmuslim yang tidak ikut berperang, tentu tidak boleh dizalimi atau dibunuh.
Karena itu Islam mengajarkan penganutnya untuk menjadi manusia sejati. Artinya manusia yang setiap saat menjaga sikap dan perilakunya.
Sebab selain dibekali akal dan pikiran yang bersih, seorang muslim diberikan hati yang putih, yang mengabaikan kesombongan, keangkuhan dan merasa hebat dan pintar sendiri.
Maka terkait pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Makasar itu, mereka melakukan aktivitasnya di luar ajaran Islam meskipun mereka mengaku sebagai orang Islam. (*)
Maret 2021