Prahara di Pulau Maspari: Jejak Prahara

Prahara di Pulau Maspari: Jejak Prahara
Prahara di Pulau Maspari: Jejak Prahara

Perkampungan Gresik

Sebelum Gresik menjadi pelabuhan yang ramai, kapal-kapal luar negeri yang akan menuju pulau Jawa, umumnya berlabuh terlebih dahulu di Tuban dan Ampeldenta, baru kemudian menggunakan kapal-kapal yang lebih kecil menuju ibu kota maupun daerahdaerah kekuasaan Majapahit untuk mencari sumber daya alam yang diperdagangkan.

Tidak jarang, para pedagang banyak yang membangun pemukiman sementara, atau ikut membaur dengan masyarakat sekitar hingga memiliki keturunan dari masyarakat setempat. Meski jalur pelayaran ke pulau Jawa berada di perairan yang sama, namun karakter masyarakat di sekitar pelabuhan memiliki ciri khas yang berbeda-beda.

Namun, kebiasaan pada umumnya di zaman itu dapat terlihat dengan gaya rambut kaum lelaki yang gemar mengurai rambutnya, sedangkan untuk kaum perempuan memiliki kebiasaan menyanggul rambutnya di bagian belakang kepala. Namun, ada hal yang berbeda di kota Ampeldenta. Rambut kaum laki-laki maupun perempuannya semua sama-sama menggunakan konde untuk menyanggul rambut panjangnya.

Selain menggunakan pakaian panjang dan pinggang yang dililit dengan kain berlipat, ciri khas paling menonjol lainnya di jaman Majapahit, bagi kaum lelaki, baik tua maupun muda, kaya ataupun miskin, semuanya tidak terkecuali menyelipkan senjata seperti keris di balik lipatan kain pinggang. Gagangnya ada yang terbuat dari emas, cula badak ataupun gading yang diukir halus, sesuai dengan tingkatan sosial masyarakatnya.

Sejak berdirinya kekaisaran Ming, penyatuan Tiongkok menjadi satu negara yang kuat dan besar, berdampak pada kemajuan perekonomian masyarakat di bidang pertanian dan kerajinan tangan. Barang-barang seperti kain sutra, porselen, dan alat besi menjadi salahsatu barang-barang yang dibawa para pedagang Tiongkok untuk diperjual belikan di negara lain.

Di sisi lain, kebutuhan wangi-wangian, rempah-rempah, zat pewarna, manik-manik, ratna mutu manikam di luar negeri menjadikan pelayaran menuju pulau Sumatera dan pulau Jawa semakin ramai oleh para pedagang yang memperdagangkan jenisjenis barang yang banyak terdapat di Nusantara. Tidak hanya dari bangsa Gujarat dan Arab, hubungan perdagangan yang terjalin cukup lama antara Tiongkok dengan negara-negara luar membuat masyarakat Tiongkok banyak yang ikut merantau, bahkan ada yang menetap di perantauan karena menikah dengan penduduk setempat.

Tidak jarang, para perantau Tiongkok lebih memilih membuat perkampungan-perkampungan baru. Akibat banyaknya perkampungan perantau Tiongkok di Nusantara, alat tukar yang berlaku untuk perniagaan tidak hanya uang kepeng dari kerajaan Majapahit, tetapi juga uang kepeng berbahan kuningan yang dibawa dari Tiongkok.

Untuk menjalin hubungan perdagangan antar kerajaan, Kaisar Tiongkok mengirimkan utusan dagang serta menunjuk duta perwakilan untuk menjalin hubungan politik antara Kekaisaran Tiongkok dengan penguasa di negara-negara lain. Hal ini agar ketersediaan barang-barang kebutuhan di negara masing-masing tidak menemui hambatan. Sedangkan dari pihak penguasa setempat, pihak kerajaan biasanya membalas kerjasama diplomatik kekaisaran Tiongkok dengan cara menganugerahkan jabatan kepada orang-orang Tiongkok untuk mempererat hubungan perdagangan kedua pihak kerajaan.

Salahsatu contohnya adalah penunjukkan Nyai Ageng Pinatih sebagai Syahbandar di Pelabuhan Gresik oleh Prabu Brawijaya, Raja Majapahit saat ini. Setelah melewati gapura batu bata setinggi dua meter, kereta kuda yang membawa Nyai Ageng Pinatih dan Jaka Samudera mulai memasuki jalan yang cukup lebar. Rumah-rumah penduduk di sisi kanan dan kiri jalan belum begitu padat.

Meski berada pada zaman kerajaan yang sama, Namun rumah-rumah di sepanjang jalan menuju perkampungan Kebungson itu tidak sama bentuk dan bahannya. Ada yang terbuat dari kajang atau ilalang, bilik bambu, papan kayu, mapun menggunakan batu bata yang dibakar dari tanah merah. Meski tidak terbuat dari bahan baku yang sama, namun setiap rumah di kawasan Gresik dan tempat-tempat lainnya yang menjadi kawasan kekuasaan Majapahit, pada setiap bagian bangunan terdapat tempat khusus yang dijadikan sebagai gudang, serta balai untuk berbaring dan tempat berkumpul bersama keluarga. Biasanya, balai-balai di halaman depan rumah menjadi tempat untuk berkumpul sambil menikmati sirih pinang maupun minuman arak dari pohon aren.

banner 468x60

banner 468x60