WIDEAZONE.com, MEMPAWAH | Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Dr Herman Hofi Munawar menyoroti soal gonjang-ganjing kepengurusan Yayasan Pelayanan Kematian Orang Tionghoa[YPKOT] yang berkedudukan di Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat [Kalbar].
“Hal itu menarik untuk dicermati, mengingat persoalan YPKOT masuk dalam ranah hukum publik,” ungkapnya pada Senin 10 Juni 2024.
Menurutnya, masa bakti kepengurusan Yayasan selama 5 tahun, setelah itu dapat dipilih kembali. Organ di dalamnya terdiri dari pembina, pengawas dan pengurus.
“Tentunya pembina memiliki kedudukan tertinggi dapat mengangkat dan memberhentikan organ yayasan dan melakukan perubahan AD/ART. Namun pembina tidak boleh turut campur dalam pengelolaan dan pengurusan yayasan,” ujarnya.
“Hal ini dipertegas dalam Pasal 28 ayat (1) UU 6/2001 tentang Yayasan,” tambah dia.
Jika masa kepengurusan berakhir maka pembina melakukan rapat untuk melakukan perubahan kepengurusan dan perubahan AD/ART. Rapat pembina dinyatakan sah jika dihadiri paling sedikit 2/3 dari jumlah anggota Pembina hadir. dan 2/3 yang hadir menyetujui perubahan itu. “Hal ini diatur dalam Pasal 17 Ayat (2) UU Yayasan,” kilah Dr Herman Hofi.
Pengamat menilai YPKOT Mempawah memiliki tiga pembina, dua di antaranya telah meninggal dunia, tersisa satu orang maka tidak mungkin memenuhi ketentuan pasal 28 UU Yayasan.
Dengan demikian, menurutnya satu pembina tidak sah melakukan tindakan-tindakan pengehentian pengurus maupun pengangkatan pengurus dan melakukan perubahan AD/ART. Jika masa kepengurusan YPKOT telah berakhir, sementara pembina hanya ada satu, tidak bisa melaksanakan amanah Pasal 28 (1) UU 6/2001.
Hanya memiliki satu pembina, dapat dimaknai telah terjadi kekosongan pembina atau tidak lagi memiliki pembina, maka paling lambat dalam waktu 30 hari sejak tanggal kekosongan, pengurus dan pengawas wajib mengadakan rapat gabungan guna mengangkat pembina.
“Apabila rapat gabungan pengurus dan pengawas telah menetapkan anggota Pembina yang akan menggantikan anggota-anggota Pembina yang telah meninggal dunia, maka susunan anggota Pembina yang baru segera diberitahukan kepada Menkumham,” urainya.
Setelah sejumlah pembina telah terbentuk dan telah disampaikan pada Kemenkumham maka pembina akan bermusyawarah menentukan pengurus dan pengawas Yayasan. “Bila pengurus dan pengawas terlebih dahulu dibentuk dan sekanjut baru pembina, maka semua putusan itu batal demi hukum,” kata dia.
Perlu di pahami bahwa yayasan itu sudah menjadi milik publik. YPKOT bukan lagi milik para pendiri, pengawas maupun pengurus. Kata “memiliki” bukan berarti merujuk pada suatu hak milik, akan tetapi merujuk pada hubungan hukum atau kepentingan yang langsung melekat oleh publik/masyarakat.
Meskipun pembina memiliki kewenangan untuk memberhentikan dan mengangkat pengurus dan pengawas, bukan berarti keputusan pembina itu mutlak sebagai keputusan yang final. “Keputusan tersebut, dapat dibatalkan/dianulir atas permohonan pihak yang berkepentingan/masyarakat atau kejaksaan, dalam hal mewakili kepentingan umum kepada pengadilan dengan alasan pemberhentian tersebut tidak sesuai dengan UU dan AD yayasan dan dimaknai perbuatan melawan hukum,” sebutnya.
Dari uraian di atas, menunjukkan bahwa keberadaan organ yayasan, baik pembina, pengurus dan pengawas, tidak ada yang memiliki kedudukan/posisi yang lebih tinggi. “Melainkan, masing-masing dari tiap organ yayasan memiliki tugas dan kewenangan masing-masing sebagaimana diatur dalam UU Yayasan dan AD Yayasan,” tukasnya.
Laporan Jono Darsono | Editor AbV