MESKI banyak orang telah memahami puisi sebagai karya sastra yang bermuara dari rasa (feel), nada, tema, ide dan gagasan, namun untuk masuk ke dalam tipografi puisi, memang perlu memahami seluruh unsur yang ada.
Sebab secara tematis, puisi merupakan unsur analisis untuk memahami dan menjelaskan lapisan tema yang bisa saja warna pribadi muncul di dalam substansinya.
Karena itu untuk memperkaya nilai dalam kaitan itu adalah penyair kerap kali melakukan kreativitas karyanya melalui pendekatan kejiwaan dan pendekatan falsafah yang berkaitan dengan ide serta kreativitas gagasan.
Tanpa memahami itu kita akan terjebak pada kekeliruan menafsirkan arti (sense of poe). Sebab secara tematik, kaitan lapisan tema akan mengantarkan pemahaman kita.
Karena itu setiap puisi harus memiliki pokok persoalan yang hendak dikemukakan penyair, meskipun tema yang disajikan seringkali terrsamar. Namun demikian, tak ada puisi yang baik tidak mengandung arti dalam sajiannya.
Memahami antologi puisi *Dari Awal Sebelum Akhir Kenangan* yang ditulis penyair Merawati May dari Bengkulu, dibutuhkan pendalaman analisis agar kita memperoleh nilai arti sesungguhnya dari balik lapisan tema yang ia sampaikan.
Seperti dikemukakan HB Yassien, puisi merupakan karya sastra yang diungkap dengan perasaan dan gagasan. Karena itu puisi memiliki kekayaan nilai dari balik lapisan kalimat yang menjelaskan lapisan arti.
Dalam buku antologi terbitan *Taresia* ini, Merawati May menyajikan 46 puisi pilihan yang dibagi dalam tiga kelompok, *Dari Awal, Sebelum Akhir, dan Kenangan*.
Jika ditelisik secara cermat, nilai puisi-puisi yang terkandung dalam tiga kelompok ini memiliki gaya bahasa yang memberikan daya tarik pada sajian efek tertentu.
Sebab tiap puisi memiliki pokok persoalan yang mengandung nilai arti sebagai majas pendekatan kejiwaan dan pendekatan falsafah.
Dikotomi semacam ini dapat dinikmati dari segi hakikat dan metode yang kadang-kadang nilai tujuannya sedikit tersamar.
Tentu saja kreativitas pembaca dituntut untuk lebih jeli agar persepsinya mampu menangkap apa yang diungkap penyair. Inilah yang disebut sebagai efek dari nilai arti berdasarkan tema puisi tersebut.
Coba kita perhatikan puisi bertajuk *O, Inikah Surga*…
_pada suasana merah, alkohol dan asap setanggi menari dalam pesta. lalu kau peluk cuaca pada puncak kegembiraan tanpa busana_
_musik pun hanyut ke dalam bau pengap ketiak lakilaki dan perempuan, dari alkohol yang menghadirkan nadanada sumpek, kau pun terkekeh dalam nada fals_
_aku pun seperti sepotong senar gitar yang putus cinta_
_karena tak mampu melantunkan nada pada pesta miras yang tak punya jiwa_
_makin dalam bisikan itu mengelus-elus dada, maka kian tenggelam kau dan aku di dasar kubangan sumur yang memabukkan_
_o, inikah surga?_
_maka kau dan aku lebur ke dalam nadanada pesta yang becek alkohol, ketika catatan imanku terkulai di atas titik kulminasi yang berbau sampah masyarakat_
*Bengkulu*
13 Juli 2023
Jika ditelisik dari bait awal, maka puisi ini menyajikan majas yang mengungkap tentang pesta mabuk-mabukan. Namun sebagai simbol dari pesta minuman banyak uraian arti yang perlu diungkap sasaran intinya.
Dari unsur fisik, secara jelas dapat kita lihat bagaimana penceritaan dan ungkapan isi puisi tentang pesta minuman keras tersebut.
Sebab unsur batin yang mengurai persoalan batin penyair, menjelaskan secara rinci tentang pengapnya bau alkohol. Tentu saja, selain memabukkan jiwa orang-orang yang berkubang dalam pesta minuman keras tersebut, serta unsur ektrinsiknya untuk mengajak pembaca memahami tentang manfaat minuman keras dan dampak buruknya.
Namun dari unsur batin yang kita rasakan, selain mengurai tentang dampak-dampak miras, kita juga diajarkan untuk memahami ruang ketiga unsur, unsur fisik, batin, dan unsur ekstrinsik. Sebab unsur batin dan fisik merupakan rangkuman unsur intrinsik.
Jadi, dari satu puisi ini saja penyair Merawati May sudah membeberkan tentang perilaku manusia dengan berbagai unsur. Sebenarnya, kita tidak boleh menetapkan unsur mabuk-mabukan itu kepada sesuatu yang tidak baik saja. Ada nilai lain yang perlu kita dalami. Karena proses mabuk-mabukan ini biasanya terjadi akibat ketidakstabilan jiwa seseorang akibat tekanan masalah yang begitu berat membebani jiwa seseorang. (*Merrins’he : Komumikasi Antarpribadi 2013 – Dr Syarwani Ahmad MM*).
Antologi *Dari Awal Sebelum Akhir Kemenangan* ini banyak mengupas persoalan psikologi penyair sendiri ketika ia bepergian ke sana-sini.
Pedekatan intrinsik samacam ini memberi sinyal kuat untuk memahami persoalan di dalam dan di luar diri penyair.
Ada puisi bertajuk *Lawang Sewu* yang ditulis penyair pada Juli 2023. Puisi ini mengurai persoalan mitos gedung Lawang Sewu (Seribu Pintu) yang dibumbui cerita mistis, sangat menggetarkan perasaan. Sebab dari bentuk bangunan gedung yang dibangun pada masa penjajahan Belanda itu mampu menghadirkan rasa seram, dan perasaan takut.
Coba kita telisik secara dalam puisi *Lawang Sewu* ini….
*Lawang Sewu*
_kata-kata pun menakutkan, ketika seribu pintu terbuka menebarkan cerita tentang kita_
_aku pun kagum_,
_setelah kotamu menyekap gedung berpintu seribu dari mimik menggetarkan hatiku yang penuh tanya_
_o, benarkah kata mistis lebih menakutkan dari kotamu yang menyimpan seribu pikiran?_
Bengkulu, 17 Juli 2023
Dari bait awal sudah bisa ditangkap segala perasaan yang mengandung nilai “seram” yang dirasakan penyair. Bisa jadi Merawati May telah berkunjung ke gedung tersebut. Bahkan penyair juga telah memasuki unsur ruangan yang begitu menggetarkan perasaannya (seram : menakutkan).
Secara terbuka, Merawati May lebih banyak menjelaskan bentuk ruang, usia gedung, serta tatanan seribu pintu (lawang sewu) yang membikin suasana (instrinsik) perasaannya ada pengaruh mitos seram.
Coba kita pahami dengan pendekatan tiga unsur yang terdiri dari unsur fisik, batin, dan ekstrinsik. Karena unsur batin dan fisik merupakan rangkuman dari unsur intrinsik yang mampu menelaah secara pribadi tentang situasi sekitar gedung.
_kata-kata pun menakutkan_,
_ketika seribu pintu terbuka menebarkan cerita tentang kita_
Dari desas-desus cerita keseraman gedung yang diterima penyair, hal ini tentu akan menyentuh perasaan terdalam di diri yang bersangkutan.
Dari format awal, .._kata-kata pun menakutkan_. Bisa jadi ketika penyair berkunjung ke gedung Lawang Sewu, ada kasak-kusuk yang menjelaskan tentang mitos menyeramkan di dalam suasana gedung tempo doeloe.
Feel (rasa) inilah yang bergetar dari perasaan seram hingga memunculkan kreativitasnya melalui karya puisi.
Meskipun ada perasaan “takut” ketika penyair hadir ke dalam suasana gedung, namun ada kekaguman yang begitu kuat melanda hatinya terkait kekagumannya sendiri. Itu bisa dirasakan dari plot alinea kedua…
_aku pun kagum, setelah kotamu menyekap gedung berpintu seribu dan mimik menggetarkan hatiku yang penuh tanya_
Dari kalimat .._dan mimik menggetarkan hatiku_(yang penuh tanya) pun dapat kita terjemahkan perasaan “takut” dan besarnya hasrat ingin mengetahui kebenaran mitos menyeramkan yang ada di sana.
Dari antologi *Dari Awal Sebelum Akhir Kemenangan* terhimpun 46 puisi. Namun ada beberapa puisi menarik yang menarik perhatian saya.
Selain dua puisi yang sudah diresensi, terdapat puisi *Dari Awal Sebelum Akhir* di halaman 12-13.
Puisi ini terdiri tujuh alinea. Dari ungkapan dan sajian ide serta gagasan, bagi saya sangat menarik. Secara instrinsik, puisi ini digagas dengan ide yang menarik…
*Dari Awal Sebelum Akhir*
1/
_hanya semusim Kau anugerahkan nada kehidupan atas diri musafir. karena lantunan ayat-ayat kerinduan Kau peram di atas getaran jiwaku_
_maka aku kerapkali menghitung jumlah nadaMu lewat harkat dan keberkahan langkahku di akhir taburan pasir_
2/
_di antara embusan angin dan suara azan di ujung pelantang suara masjid itu, Kau seperti hari-hari yang kubaca lewat secarik kata-kata_
_lalu kuelus wajahMu lewat nada-nada rindu sebab getara vibrasi dalam alunan ayat-ayat suci itulah Kau kucium senapas dengan jiwaku_
_kecantikan siapa yang Kau lukis sebagai taburan rindu kepadaMu, kekasihku?_
3/
Kekasih, aku kerap membayangkan jumlah kata setelah kearifan musafir ini mengikuti alur kalimat dalam firmanMu
_lalu, ketika kurajut wajah sepenuh sujud ini, langit dan udara bebas adalah ruang sedalam keyakinan itu_
_sebab ketika ayat-ayat kugelar di dalam sajakku, tepian zikir menuliskan kisah antara ujudMu dari awal sebelum akhir_
Bengkulu, 13 November 2024
Tampaknya keyakinan penyair terkait pengembaraan “jiwanya” dalam uraian hakikat dan makrifat begitu kuat. Jadi, tak hanya dalam menerjemahkan nilai-nilai sosial saja, namun secara religiusitas, penyair Merawati May begitu kuat menafsirkan pencarian jati dirinya sebagai hamba Allah.
Justru secara kontotatif, pencarian jati diri itu ia simbolkan sebagai musafir yang mencari-cari hakikat diriNya melalui lantunan ayat-ayat suci (_dalam lantunan ayat-ayat suci itulah Kau kucium senapas dengan jiwaku_: syair di baris ketiga alinea keempat).
Dari ungkapan yang Merawati tulis itu, begitu terasa jiwanya untuk memahami antara kepribadiannya sebagai hamba (musafir) melalui kedalaman salat, sehingga terasa begitu dekat dan menciumNya.
Apakah sikap kita harus seperti itu jika merasa “rindu” kepada Allah SWT? Meski memang harus menekuni sikap baik dengan hati yang tulus (bersih dari dengki, benci, iri, sombong, angkuh, serta merasa hebat sendiri), namun imajinasi religik seperti itu bisa saja terjadi.
Isi buku antologi *Dari Awal Sebelum Akhir Kenangan* ini mempunyai muatan kehidupan sosial kemasyarakatan, tinjauan wisata, serta religiusitas. Selamat dan sukses !
Palembang 30 Oktober 2024