Perairan Pulau Maspari, Selatan Swarnadwipa
by Agus Sulaiman SE & Rohadi Wijaya
WIDEAZONE.com | Bulan purnama masih bersinar sempurna di atas Pulau Maspari. Angin laut mendesahkan kehangatan di antara pucuk pepohonan yang bermandikan cahaya bulan. Begitu juga sapuan ombak yang saling dorong mendorong ke pantai berpasir, buih-buihnya ramah menyapa tumpukan batu karang hitam. Sebagian permukaan batu karang berkilat-kilat, memantulkan kerlipan hangat sang dewi malam yang tengah dicumbu ribuan bintang.
Di ujung selat Jawa, gumpalan awan hitam nampak berarak ke arah samudera barat, merayap pelan menuju perairan pulau Maspari. Pertanda, di ujung malam nanti akan terjadi hujan badai. Tidak seperti malam-malam sebelumnya, cahaya lampu kapal Wang Ji Hong nampak sendu. Cahaya penerangan dari lampion merah hanya menyala seperempatnya. Begitu juga para prajurit yang biasa bersiaga di atas kapal, malam ini nyaris hanya sepertiganya saja yang terlihat berjaga-jaga.
Malam itu, pemandangan laut yang bermandikan cahaya purnama membuat deretan kapal-kapal di sepanjang kepulauan Maspari tak semeriah parade lampion di malam tahun baru. Di dalam ruang geladak yang gelap, Wang Ji Hong mencuri-curi kesempatan mengintip pemandangan laut. Gemerlap bintangbintang di atas langit terlihat seperti taburan mutiara yang disulam di atas Pulau Maspari.
Untuk kesekian kali, hanya deru angin dan suara sapuan ombak yang terdengar di telinganya. Sinar bulan purnama yang menyusup ke bagian dalam kapal, membuat bayangan tubuhnya seperti lukisan hitam putih saat berdiri diantara celah jendela. Ji Hong berjalan hati-hati ke balik pintu ruang geladak. Ia menyembunyikan tubuhnya di balik remang-remang cahaya.
Dalam keterbatasan cahaya, perwira berzirah besi itu mengedarkan pandangannya ke sudut-sudut kapal. Mencari-cari sesuatu yang mencurigakan muncul tiba-tiba di atas lantai geladak. Setelah satu jam berlalu, Wang Ji Hong melemparkan pandangan kembali ke arah samudera lepas. “Belum ada pergerakan..” Wang Jing Hong menarik nafasnya dalam-dalam.
Udara di dalam ruang geladak mulai terasa lembab. Malam mulai beranjak. Gumpalan awan hitam sedikit demi sedikit melahap cahaya bulan hingga tersisa warna kelam. Langit yang semula bermandikan purnama, kini berangsur-angsur menjadi gelap gulita. Samudera lepas juga ikut menampakkan kegelisahannya. Buih air di laut mulai bergelombang.
Kedatangannya seolah hendak membawa pesan kematian bagi para penumpang yang berada di atas kapal. Saat butiran hujan rintik-rintik mulai berjatuhan dari langit, kabut tipis berangsur-angsur mulai menyelimuti lautan. Dalam bayang-bayang gelapnya malam, Wang Ji Hong tidak menyadari keberadaan puluhan kapal sedang bergerak cepat menuju ke arahnya.
Hujan lebat yang turun seketika seperti tumpah dari langit, seolah menjadi aba-aba bagi gerombolan perompak pimpinan Chen Zhuyi itu untuk mulai melakukan penyerangan. “Clak!” Wang Ji Hong mendengar suara pengait yang menancap di bagian lambung kapal. Hanya berselang sepuluh hitungan, suarasuara itu semakin sering terdengar.
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya