WIDEAZONE.com, PALEMBANG | Bank Sumsel Babel [BSB] kembali tersandera dugaan kasus kredit macet PT Coffindo senilai Rp50 miliar hingga menuai sorotan khalayak tak terkecuali Pengamat Hukum Ekonomi Perbankan Universitas Sriwijaya Hj Marlina Widiyanti SE SH MM MH PhD.
“Peristiwa atau kejadian ini beberapa tahun lalu [September 2022], maka pihak terkait harus dipanggil terhadap persoalan. Pertama dipanggil untuk diklarifikasi, kedua, minta dihadirkan bukti-bukti penjaminan utang,” ungkap Marlina Widyanti ketika dijumpai di ruang kerjanya sebagai KO Prodi Magister Manajemen Unsri pada Senin 13 Januari 2025, pagi.
Pengamat mengatakan pada dasarnya pemberian utang di bank itu tidak mudah, harus ada 5C [character, capacity, capital, collateral, cindition] pastinya ketat dan itu menyangkut semua departemen harua memeriksa.
“Tentunya kalau [debitur PT Coffindo] menjadi nasabah loyal, maka 5C itu adalah syarat yang mudah terpenuhi sebab [sudah loyal], sudah terbiasa meminta kredit,” ujarnya.
Tapi bila saya pelajari bahwa PT Coffindo ini perusahaan baru yang baru bergabung meminta kredit kepada Bank Sumsel Babel, artinya “tentunya bila nasabah baru, lebih ketat lagi” selain 5C, masih ada lagi, wajib memang tertera.
Tetapi, menurutnya, kalau dengan yang lama kita akan melihat histori bagaimana si debitur, apakah dia selama memjadi nasabah, dia patuh? Kemudian dia mempunyai niat baik, niat baik itu artinya tidak tertulis ya, tapi artinya dia selalu memenuhi kswajibannya dengan rutin sesuai jadwal. Namun, bila dia nasabah baru, tentunya sslain 5C harus mewaspadai, harus dilihat dari beberapa ssktor, baik kesehatan perusahaan, tidak hanya melihat angka-angka dalam tuangan neraca laba-rugi, tapi kesejahteraan karyawannya sebelum mengucurkan.
“Sehinga bagaimana dia [si peminjam] akan mengangsur utang, kalo membayar rutinitas karyawannya saja membayarnya tersendat-sendat. Itu yang harus diperhatikan kalo nasabah baru,” urainya.
Bila dipelajari dari kabar informasi media, ungkap Pengurus Pusat Aliansi Program Magister Manajemen Indonesia [APMMI] ini, bahwa ada kedekatan antara si peminjam dengan ai pemberi. Artinya, ada sesuatu yang dipaksakan, karena [si kreditur] merasa afinitas, nah seharusnya ini dijustifikasi terhadap bersangkutan [salah satu direksi]. “Ya, jadi itu harus didudukkan [diklarifikasi] baru bisa diurai benang merahnya, bahwa asal muasalnya apa? Keperuntukan uang itu untuk apa,” kata Marlina mempertanyakan.
Selain itu, dari informasi didapat, selain dinBank Sumsel Babel, si peminjam pernah berutang dengan bank-bank lain, di sini kita melihat sejumlah historinya, nggak masah bila pihak menjustifikasi kesalalahan mereka, apakah ini modus?
“Atau dia hanya meminjam ke BSB untuk menutupin utang lama, dan si peminjam menganggap bahwa Bank Sumsel Babel mudah dengan istilah ‘cincai-cincai lah’ nah itu harus dijustifikasi karena ada unsur kesengajaan,” sebutnya.
Jadi bila perbuatan itu disengaja, dengan tidak sengaja beda hubungannya, kalo sengaja itu memang dia [si debitur] rencanakan, kemudian dengan mudahnya dia minta dipailitkan dengan Mahkamah Agung [MA].
“Maka benang merahnya itu sebetulnya dapat dilihat bila ahli hukum bisa meilihatnya, niat seseorang untuk melakukan pengembosan atau dengan tidak membayar angsuran untuk apa? Itu bisa terlihat,” imbuhnya.
“Bila saya lihat di sini [kasus], ada unsur kessngajaan, si peminjam tidak ingin terjerat dengan banyak bank, jadi utang-utang yang lama ditutupi dengan Rp50 miliar ini, dan setelah itu dia tidak ingin repot dirinya hanya berurusan dengan satu atau dua bank saja, kemudian dia meminta pailit,” tukas Marlina.
Menyoal Prudent Bank Principal dan 5C Perbankan
Sebenarnya, tidak ada bisnis yang tidak memiliki risiko, tidak ada sistem perkreditan tidak menanggung risiko, makanya setiap perusahaan ada manajemen risiko.
Nah, risikonya itu salah satunya adalah kredit macet, tetapi sebagai pihak Banking sendiri sudah bisa memprediksi kekuatan dari 5C itu cukup menjerat, apakah dia punya kemampuan, apakah peminjamannya memenuhi syarat kalo seandainya terjadi wanprestasi maka dapat disita.”Sebaliknya bila nilai sitanya zero alias nol maka Bank itu sendiri ‘bunuh diri’ !
Memang, benar ada kemungikinan kredit macet, karena perekonomian sedang melemah, ada re-sechedule angsuran itu boleh, kalo selama ini si peninjam [dalam kategori] mempunyai kemampuan 4 atau 10 tahun berutang, di tengah jalan [angsuran] macet, maka dibuat lagu [re-schedule] kembali untuk anggaran kemampuan dia membayar utang.
Memang, kata Pengamat, NPL [Non Performing Loan] ini dapat diprediksi tapi besaran angkanya tidak dapat diketahui, karena tergantung dari aktivitas korporasi, tergantung dari perekonimian juga karena keterlibatan dari pihak-pihak terkait dengan bisnis itu banyak.
Sehingga kalo NPL itu memang semua terjadi, tak hanya menyasar bank besar, di rumah tangga saja melanda seperti utang cabe, gandum, utang beras di toko biasa saja, namun sudah dapat diprediksi dapat membayar! Itu yang harus digarisbawahi.
“Bila bank tidak dapat memprediksi, meminimalkan, dalam arti pihak tersebur meminimalkan risiko tapi memaksimalkan laba. Pun tidak meminimalkan risiko berarti ‘bunuh diri’ walaupun kemungkinan NPL itu ada tetapi pengelolanya yang mampu meminimalisir [pinjaman bermasalah],” jelasnya.
Seleksi Ketat Pengelola Bank, Tersandung Kasus Pending!
Harusnya, menurut Marlina, dalam menempatkan seseorang untuk menjadi pengelola perbankan, harus benar-benar menseleksinya.
Bila salah satunya dari pencalonan atau dicalonkan untuk melakukan test kelayakan oleh OJK [Otoritas Jasa Keuangan] harusnya Tim UKK [Uji Kepatutan Kelayakan], kebetulan dirinya [Marlina] bagian dari itu [Tim UKK] mengatakan bahwa belum mengetahui ataupun dilibatkan dalam seleksi calon tersebut.
Menurut Marlina, jika calon [jajaran pengelola perbankan] masih tersandung persoalan hukum, harusnya dipending terlebih dulu.
Artinya kalau memang si calon tidak ada unsur kesengajaan atau dia tidak terlibat langsung ya, nggak apa-apa, sebagai warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk dipromosikan tapi kalo terdapat kemungkinan, belum bisa terjelaskan masalah [kasus] NPL ini, dipending lah.
Tentunya, ujarnya, masih banyak lagi yang lebih berkompeten, bersih, dan profesional. Karena bila diperhatikan Bank Sumsel Babel, modalnya sudah banyak dikucurkan oleh Pemrov Sumsel, dan bank tersebut tengah menuju perseroda, otomatis harus mencari orang-orang yang mengelolanya harus lebih profesional.
“Jangan lagi adanya ‘titipan’ bila itu terjadi maka Pemda maupun Pemprov ‘Bunuh Diri’ artinya menyerahkan banyak aset untuk orang hanya sekedar memberikan keuntungan bagi mereka atau dengan istilah asal bapak suka [ABS],” kilahnya.
Tapi, marilah kita bersama-sama, tegas Marlina, membenahi negara ini. Ia meyakini bahwa sang Khaliq selalu memberikan kemudahan bagi orang dengan niat baik, sebab hal itu disertai dengan banyak hikmah. “Bila diniatkan peruntukan bagi kesejahteraan rakyat-masyarakat maka diberikan kelimpahan keberkahan,” urainya.
Perlu diingat, Bank Sumsel Babel ini milik masyarakat Sumatera Selatan dan Bangka Belitung, dan itu kesejahteamraan harus dikembalikan bagi mereka [warga], mengapa pinjaman itu harus diberikan bagi orang yang di luar selain masyarakat [Sumsel-Babel], harusnya dipertanyakan, dijustifikasi aparat penegak hukum [Kejaksaan, Kepolisian, KPK, OJK hingga DPRD].
“Mengapa orang selain Sumsel-Babel meminjam pada BSB? Kalo itu bisa terjawab, ya memang Bank Sumsel Babel mengharapkan keuntungan dari punjaman tersebut, tapi apakah masyarakt di Sumsel-Babel tidak ada yang membutuhkan seperti itu [pinjaman] untuk bergulinya usaha? Sehingga dapat berbagi keuntungan, mengapa di tempat yang jauh,”
Setahu Pengamat Hukum Ekonomi Perbankan ini, dirasa teramat sulit, apa lagi utangnya di angka besar Rp50 miliar dan jaminannya belum diketahui apakah satu hektare tanah betulan atau tanda surat kosong yang dianggap bodong, bisa saja kan!
Maka persoalan tersebut harus diselesaikan dulu oleh calon yang diajukan menjadi salah satu direktur atau direksi, di-clear-kan lah kasus ini. Bila telah dipailitkan Mahkamah Agung, pengadilan kepailitan juga semudah itu mempailitkan tanpa data yang valid. “Karena iitu, berkali-kali sidang baru dipailitkan, karena tuntutan orang atau bank yang memberikan utang begitu besar untuk dikembalikan utang tersebut,” tegasnya.
Jadi, bersangkutan harus diperiksa dulu dengan seksama, apa niatnya, maunya dan yang sudah terjadi, kalo [dia] tidak serta merta dalam hal wanprestasi ini ya, bisa dipertimbangkan, untuk melanjutkan uji kelayakan.
Selanjutnya, FPT Usai dari OJK: TIM UKK..
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya