WIDEAZONE.com, PALEMBANG | Desakan Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Keluarga Taman Siswa Sumatera Selatan [DPD HIMPKA Sumsel] soal kondisi darurat pendidikan di bumi Sriwijaya.
Bentuk keprihatinan itu tertuang pada gelaran aksi demonstrasi bergemuruh di Kantor Gubernur Sumatera Selatan di Jalan Kapten A Rivai nomor 3 Sungai Pangeran, Kecamatan Ilir Timur 1 Palembang.
HIMPKA Sumsel menyoroti berbagai cuatan permasalahan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru [PPDB] di tahun 2024, di antaranya, penemuan 911 murid yang dianggap tidak layak diterima, kasus penahanan ijazah siswa akibat belum membayar uang komite, serta kriminalisasi terhadap seorang guru di SMA Negeri 18 Palembang.
Menurut mereka, lontaran persoalan-persoalan ini telah melukai hak anak atas pendidikan yang layak, sebagaimana tercantum dalam Pasal 28C Ayat 1 UUD 1945.
Melalui gelaran aksi, HIMPKA Sumsel melontarkan delapan tuntutan prioritas pada Pemerintah Provinsi [Pemprov], pertama mencabut SK Penjabat Gubernur Sumsel nomor 234/KPTS/DISDIK/2024 dan mengembalikan Pergub 13/2021.
Menghentikan segala bentuk pelanggaran terhadap hak anak dalam pendidikan. Menggunakan kembali sistem Computer Assisted Test (CAT) dalam proses PPDB.
“Mengakhiri intervensi lembaga negara dalam urusan pendidikan,” sebut mereka di hadapan massa aksi.
Selanjutnya, memdesak pembatalan SPMB di SMAN 17 Palembang dan enam sekolah berasrama lainnya yang dianggap tidak prosedural. Menghentikan praktik penahanan ijazah dan memberikan sanksi tegas kepada kepala sekolah yang melakukannya.
Kemudian, menghentikan kriminalisasi terhadap guru SMA Negeri 18 Palembang. “Membubarkan Komite Sekolah serta melakukan audit terhadap penggunaan dana komite di seluruh Sumatera Selatan,” tegas massa dengan lantang.
Koordinator Aksi [Korak], Ki Musmulyono SP, menyatakan bahwa tujuan utama aksi ini adalah mendorong reformasi pendidikan dan memastikan keberlangsungan pendidikan yang adil dan transparan.
“Negara menjamin pendidikan yang layak bagi setiap warga negara. Kami mendesak agar situasi darurat pendidikan di Sumatera Selatan segera diselesaikan demi masa depan anak-anak negeri,” tegas Ki Musmulyono dalam orasinya.
Selain itu, Ki Josua Reynaldy Sirait SE menyatataka HIMPKA Sumsel perjuangan ini bukan sekadar kritik. “Melainkan bentuk tanggung jawab moral demi menciptakan sistem pendidikan yang bermartabat, bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme sebagaimana diamanatkan dalam PP 71/2000,” tukasnya.
Aksi diterima langsung oleh Gubernur Herman Deru, dengan pernyataan bahwa seluruh tuntutan akan ditindaklanjuti oleh biro hukum provinsi.
“Seluruh tuntutan aksi akan kita tindaklanjuti dan akan ditelaah oleh biro hukum berkenaan dengan delapan tuntutan yang diajukan oleh HIMPKA,” ujar Herman Deru.
Laporan Abror Vandozer