Prahara di Pulau Maspari: Lukisan Senja

BAB 11: Prahara di Pulau Maspari: Lukisan Senja
BAB 11: Prahara di Pulau Maspari: Lukisan Senja

Muara Sungai Kong

by Agus Sulaiman SE & Rohadi Wijaya

WIDEAZONE.com | Perairan Pulau Maspari Lelaki berwajah kaku itu memandang ke arah barisan kapal. Tatapan matanya terkunci pada sebuah kapal berbendera kuning tidak jauh dari kapal bertiang sembilan tempat Laksamana Cheng Ho berada. Sorot mata setajam elang itu nyaris tidak berkedip mengawasi kapal berisi harta muhibah yang dibawa armada kapal laut Dinasti Ming ke nusantara. Riak air di muara berkali-kali mengayun lambung kapal tempat lelaki berwajah kaku itu berdiri.

Meski gelombang air silih berganti mengusik keheningan senjakala, namun tidak ada secuilpun yang mampu merubah ambisi sosok yang terkenal kejam seantero Palembang dan Jambi tersebut. Lelaki bernama Chen Zhuyi itu sangat mengenali tiap jengkal perairan tempatnya berayun ombak saat ini hingga ke selat Malaka.

Hal ini menjadi mungkin, karena ia pernah ikut menjaga jalur perlintasan sepanjang perairan dari Nusa Jawa hingga Selat Malaka saat masih berada di kekuasaan Sriwijaya. Namun, setelah tergulingnya kepemimpinan terakhir kedatuan Sriwijaya, semua yang telah berada di dalam genggamannya seketika lepas, hilang menguap tak berarti.

Apalagi, Liang Dao Ming dan Saudagar Shi Jin Qing yang telah lama membangun jalur perniagaan di perairan Selat Malaka juga memilih mengabdi kepada kaisar Ming yang baru dan tunduk pada aturan kerajaan Majapahit yang telah menaklukkan Sriwijaya. Padahal, dengan sisa kekuatan pasukan Sriwijaya dan ribuan keturunan Tionghoa di bumi Swarnadwipa, seharusnya mereka bisa menggunakan masa kekosongan pemerintahan untuk menguasai daerah-daerah bekas jajahan kerajaan bahari yang runtuh itu. Sayangnya, antara mereka bertiga tidak menemukan kata sepakat.

Satu sama lain berpisah jalan dan memilih jalannya masing-masing. Chen Zhuyi meraba jejak luka sabetan pedang di pipi kanannya. Dirinya mengingat kembali rangkaian kejadian demi kejadian yang telah dilewati bersama orang-orang yang masih setia kepadanya. Saat ini, kelompok yang berada di bawah kepemimpinannya menjelma sebagai momok yang paling menakutkan bagi para saudagar kapal di sepanjang selat Sunda dan selat Malaka.

Rencananya, pimpinan perompak dan bajak laut itu akan memimpin lima ribu orang pengikut setianya melakukan serangan cepat ke armada laut Laksamana Cheng Ho. Mereka akan mengambil alih sebuah kapal bertiang lima yang berisi harta muhibah kaisar Ming. Kapal yang menjadi target mereka, saat ini tengah melepas jangkar di perairan pulau Maspari. Matahari senja mulai beranjak ke ufuk barat.

Dari arah barisan kapal armada laut Laksamana Cheng Ho, suara pukulan genderang terdengar saling bersahut-sahutan. Tidak lama berselang, kapal tiang sembilan berbendera naga itu bergerak, mundur perlahan ke belakang, menjauhi bagian tengah perairan pulau Maspari. “Tepat dugaanku. Laksamana menganggap di malam ini kita akan menyerahkan diri tanpa perlawanan.”

Chen Zhuyi mendengus pelan. “Sampaikan kepada saudara-saudara kita, malam ini kita akan mencatatkan sejarah di Selat Malaka!” Pekikan keras Chen Zhuyi disambut gegap gempita dan kilatan pedang yang dihunuskan ke udara.

banner 468x60

banner 468x60