Prahara di Pulau Maspari: Badai di Tengah Sunyi

BAB 5: Prahara di Pulau Maspari: Badai di Tengah Sunyi
BAB 5: Prahara di Pulau Maspari: Badai di Tengah Sunyi

Pelabuhan Ghuang Zou, Tiongkok

by Agus Sulaiman SE & Rohadi Wijaya

WIDEAZONE.com | “Manisan.. manisan!” Suara teriakan penjual manisan di tepi jalan nyaris tenggelam di antara hiruk pikuk pasar di pelabuhan. Lalu lalang pejalan kaki, derak putaran roda kayu, ditambah teriakan para pedagang lainnya di sepanjang lorong pasar pelabuhan berhasil menggulung suaranya. Beberapa anak kecil yang melintas di depannya hanya sekedar melirik tusukan kembang gula yang dijualnya. “Ji Sun, tunggu!” Penjual kembang gula melihat seorang bocah laki-laki berusia delapan tahun berlari-lari lincah dari arah kota.

Kaki mungilnya lihai menghindari keramaian di sepanjang lorong pasar pelabuhan. Di belakangnya, seorang gadis remaja nampak berlari-lari kecil sembari menggenggam tangan adik perempuannya. Bocah laki-laki menghentikan lompatan kakinya. Ia memutar badannya ke arah dua kakak perempuan yang tertinggal jauh di belakangnya. “Cie-cie, ayo cepat!” Ji sun melambaikan tangannya. Mengajak kedua kakaknya segera bergegas mendekat.

Setelah puas bermain-main di tengah kota, putra bungsu Shi Jin Qing itu ingin segera tiba di dermaga pelabuhan. Tiang-tiang layar yang terlihat di balik kerumunan pasar, membuat bocah delapan tahun itu ingin segera bertemu dengan ayahnya yang telah lebih dulu berada di dermaga. “Ji Sun, jangan cepat-cepat!”

Shi Daniang cemberut. Lompatan kakinya berusaha mengimbangi langkah mungil Ban Ci, adik perempuannya yang manja. Sembari menunggu kakak perempuannya mendekat, Ji Sun mengedarkan pandangannya ke sekeliling pasar, mencerna warnawarni yang tersaji, lengkap dengan riuh suara dan aroma yang menguar di sepanjang lorong jalan. Pandangan Ji Sun berhenti pada setumpuk tusukan kembang gula di atas kepalanya. Aneka macam warna yang ditusuk seperti sate membuat bocah delapan tahun itu terpikat.

“Cie-cie, aku mau kembang gula itu!” Ji Sun menunjuk susunan kembang gula di ujung batang bambu saat Shi Daniang tiba di dekatnya. Bocah lelaki delapan tahunan itu menatap manisan gula sebesar kelereng dengan rasa tidak sabar. “Aku juga mau cie-cie!” Ban Ci menarik-narik lengan Shi Daniang dengan manja. “Iya, iya. Cie-cie akan belikan buat kamu dan Ji Sun.”

Shi Daniang mengusap pelan ujung kepala adik perempuan satusatunya itu. Senyuman lebar terurai hangat di wajahnya. “Hore!! terima kasih cie-cie!” Ji Sun dan Ban Ci bersorak, keduanya melompat-lompat bersamaan di tepi jalan. Tingkah manja kedua bocah kecil di hadapannya membuat pedagang kembang gula tersenyum lebar. Dengan cekatan, tangannya menyiapkan dua tusuk kembang gula kepada gadis berhidung mancung di hadapannya.

“Terima kasih paman!” Shi Daniang menyerahkan dua keping uang logam ke tangan penjual kembang gula. “Tapi janji, setelah ini kita langsung ke tempat A Pa!” Shi Daniang mengajukan syarat sebelum menyerahkan tusukan kembang gula kepada adik-adiknya. Ban Ci dan Ji Sun mengangguk setuju. Setelah kembang gula berpindah ke tangan mereka, dua bocah kakak beradik itu berlari dengan riang ke arah pelabuhan.

“Hei.. tunggu!” Lorong jalan berlantai pualam hitam menjadi tempat Shi Daniang menguji kelincahan tubuhnya. Gadis dua belas tahun itu mau tidak mau harus gesit menghindari keramaian pengunjung pasar yang lalu lalang di sepanjang lorong, pembeli yang keluar toko, juga kereta barang yang ditarik penjual jasa angkut barang pelabuhan. Putri sulung Shi Jin Qing itu berlari dengan riang, menikmati hembusan angin yang menerbangkan rambutnya ke udara.

banner 468x60

banner 468x60