TATKALA bertandang ke Stadion Patra Jaya yang pernah membanggakan warga Kota Palembang, tiba-tiba kebanggaan wartawan media ini pecah dan sirna begitu saja.
Wartawan media hanya terpojok di dekat sekelompok tanaman perdu, sembari menatap ratusan kera yang saya beri makan kacang goreng.
Padahal disaat kebanggaan itu masih membara di sekitar tahun 1987 hingga 1990-an, stadion ini sempat menjadi markas klub sebesar Krama Yudha Tiga Berlian.
Wuih, kondisi Stadion Patra Jaya ketika itu sempat jaya dan pamoritasnya menggelegar hingga ke pelataran Asia.
Terkait kondisinya yang saat ini sangat memprihatinkan itu, kondisi Stadion Patra Jaya diwarnai suasana mistis yang dihuni ratusan kera “siluman”.
Nah, dengan suasana yang tak sehat inilah anggota DPR RI dari Partai Gerindra Ir H Eddy Santana Putra MT tampak “marah” menyaksikan keadaan Stadion Patra Jaya yang saat ini sudah tidak jaya lagi.
Sebagian besar infrastruktur penunjang kejayaan stadion tersebut, kini nyaris rusak tak terurus.
“Saya benar-benar prihatin mendapati stadion megah milik warga Kota Palembang yang sekarang terpuruk tak berdaya,” ujar Eddy Santara Putra yang akrab disapa ESP, saat diwawancarai media ini, Selasa 2 Mei 2023.
Menurut ESP, stadion kebanggaan itu harusnya tidak dibiarkan terbengkalai seperti itu. Sebagai pemilik otoritas Stadion Patra Jaya –Pertamina– hendaknya memperhatikan dan melakukan perawatan serius agar tak menjadi stadion “siluman kera”.
Saat ini, kata ESP, sebagian besar infrastruktur pendukungnya sudah rusak dan tak enak dipandang mata.
Selain banyak infrstruktur yang rusak, stadion ini sekarang sudah tidak memiliki lampu penerangan. Bahkan pada laga di Pekan Olahraga Nasional (PON) XVI antara Jawa Timur berhadapan dengan Papua, pertandingannya tak dilaksanakan secara tuntas, karena Stadion Patra Jaya tak punya lampu penerangan.
“Ini sangat memalukan. Pertandingan sekelas PON XVI dilaksanakan secara gelap-gelapan, tentu sangat memprihatinkan kita,” ujar ESP dengan mimik kecewa.
Padahal di masa jayanya dulu, stadion ini sangat ternama hingga ke kawasan Asia. Pada dekade 1987-1990, pernah menjadi markas klub Krama Yudha Tiga Berlian (KTB). “Bahkan dijadikan home base bekas klub Galatama tersebut,” kata ESP.
Saat itu, Stadion Patra Jaya dijadikan ajang pertandingan Krama Yudha Tiga Berlian melawan klub sepakbola ternama dari Singapura, Geylang. Kenapa dipilih stadion tersebut dibanding Stadion Bumi Sriwijaya sebagai pertandingan bergengsi ketika itu?
“Karena pasilitas dan keadaan Stadion Patra Jaya ketika itu dinilai lebih baik,” jelas ESP.
Bahkan ketika sedang jaya-jayanya, stadion itu ada lampu. Bahkan kelengkapan lampu penerangan menjadikan Stadion Patra Jaya diklasifikasi sebagai stadion internasional.
Karena telah menorehkan sejarah internasional di kancah persepakbolaan nasional, kata ESP, pihak Pertamina harusnya merawat dan memelihara infrastrutur yang ada.
Sekarang, kebanggaan warga Kota Palembang terhadap Stadion Patra Jaya, sudah hancur berkeping-keping. Bahkan ketika hadir ke lokasi itu akan memunculkan kepirhatinan.
Menurut ESP, andaikan pihak Pertamina “tak mampu” membiayai perawatan stadion tersebut, sebaiknya dijual saja ke konglomerasi.
Paling tidak, katanya, eksistensi Stadion Pratra Jaya bisa dijadikan wahana pariwisata yang potensial. “Bisa dibangun infrastruktur pendukung, misalnya hotel dan sarana lain yang bisa dijadikan tempat wisata,” ujarnya.
Tak hanya stadion, kata ESP, kawasan itu sangat potensial dijadikan tempat wisata yang potensial. (*)
Laporan Anto Narasoma